Cherry Ann
Cherry Ann tampak sedih saat duduk di kursi terdakwa pagi itu, Selasa (16/8/2011) lalu. Perempuan berambut panjang itu tinggal menunggu hari saat nasibnya di balik jeruji diputuskan pekan depan.
Sejak ditangkap oleh petugas Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Surakarta pada awal April lalu, ia menjadi tahanan di rumah tahanan (Rutan) kelas II B Boyolali.
Seketika air matanya mengalir saat mendengar jaksa penuntut umum (JPU) tetap pada dakwaannya. Tangis itu pun bukan yang pertama. Pekan sebelumnya ia menangis tersedu-sedu ketika mengetahui dirinya dituntut hukuman penjara selama 20 tahun dan denda Rp 8 miliar akibat perbuatannya.
Setiap kali mengikuti sidang, ia berdandan sangat minimalis. Ia hanya memakai bedak, memoles bibirnya dengan lipstik dan menggunakan eye shadow.
Selain itu, Cherry selalu mengenakan hem warna putih dipadu dengan celana jins serta dihiasi dua buah gelang di kedua tangannya. Kali pertama ketika sidangnya digelar ia selalu menutupi wajahnya dengan tangan. Ia tak ingin para wartawan mengambil fotonya. Namun, lambat laun kedekatan itu terbangun dengan sendirinya antara perempuan berambut panjang itu dengan para pewarta.
“Saya benar tidak tahu heroin itu milik siapa. Saya minta maaf karena ketidaktahuan saya dimanfaatkan teman. Saya mohon ampun atas kesalahan saya membawa barang haram itu ke Indonesia,” ujarnya pada sidang terakhir sebelum vonis. Terpampang jelas di depan matanya hukuman yang akan dijatuhkan kepada perempuan 26 tahun itu.
Cherry cukup mudah bergaul dengan tahanan lainnya. Meskipun berasal dari Filipina, ia sedikit demi sedikit paham dan bisa berbahasa Indonesia. Bahkan, ia terlihat akrab dengan tahanan lain. Sesekali ia tahu sepatah dua patah kata dalam bahasa Jawa macam matur nuwun.
“Saya tidak punya pacar di penjara. Saya tidak ingin apa-apa, hanya ingin pulang ke Filipina,” ujarnya malu-malu saat ditanya tentang hubungan asmaranya dengan sesama tahanan. Ia berkelit dan selalu terlihat malu jika dicecar soal pribadinya.
Selama terjerat kasus di Indonesia ia hanya bisa berhubungan dengan sang kakak di Filipina. Berasal dari keluarga yang miskin, familinya tidak mampu menjenguknya ke Rutan di Boyolali. Mereka juga tidak mempunyai cukup uang.
“Saya tidak tahu. Saya hanya ingin bebas. Saya janji akan memulai hidup baru dan tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi. Saya tidak pernah tersangkut kasus kejahatan apapun,” katanya.
Di dalam bui ia menghabiskan sekitar empat bulan dengan kegiatan-kegiatan ringan. Bahkan, ia lebih banyak tiduran atau sekadar bercanda dan berkelakar dengan tahanan lainnya.
Christina Aritonang
Berbeda halnya dengan Christina Aritonang, warga negara Indonesia yang kedapatan membawa serbuk heroin seberat 1.496 gram pada pertengahan Mei lalu. Perempuan kelahiran Tarutung ini mengaku santai saja menjalani hari-harinya di balik jeruji. Ia lebih memasrahkan diri pada Tuhan atas apa yang tengah dialaminya dengan banyak berdoa.
“Saya tidak pernah takut pada siapapun. Biarkan mengalir saja apa adanya. Saya hanya takut pada Tuhan,” ungkapnya.
Perempuan 51 tahun itu kesehatannya menurun akibat stres yang menderanya. Warga Kubu Raya, Kalimantan Timur ini percaya tidak ada yang mustahil di dunia kalau Tuhan menghendaki.
Setidaknya telah kali kelima keluarganya menjenguknya di Rutan. Sebelum masuk bui, Christina mengaku punya usaha konveksi di tempat tinggalnya. Usaha konveksi yang dijalankannya ini ia jalankan dengan tiga karyawan.
Akan tetapi, sejak ibu dua anak ini terjegal kasus heroin di Boyolali praktis usahanya terhenti.
Selama persidangan, perempuan berkaca mata ini tak banyak bicara. Ia lebih banyak diam dan mengikuti agenda sidang demi sidang. Ia ditangkap karena kasus penyelundupan heroin bersama dua terdakwa lainnya yang menyuruhnya membawa barang haram itu, Inna Lakat dan Eric Adjid.
Seperti halnya Cherry Ann, Christina mengaku tidak pernah terlibat dalam kasus hukum apapun. “Pikiran jadi stres jadi badan kurang sehat. Saya hanya banyak berdoa kepada Tuhan agar semua dapat berlalu,” katanya.
Emosi berubah
Tran Thi Bich Hanh
Dibandingkan dengan kedua terdakwa, terdakwa penyelundupan sabu-sabu seberat 1.104 gram asal Vietnam, Tran Thi Bich Hanh berpenampilan paling nyentrik. Rambutnya sebahu berwarna pirang ditambah dengan dandannya yang cukup tebal. Selain itu, emosinya mudah sekali berubah.
Di dalam Rutan, ia tipe pemilih. Berbeda dengan Cherry yang mudah bergaul dengan tahanan lainnya.
Perempuan yang akrab dipanggil Bi Han ini tak terlalu peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Emosinya cepat sekali naik turun. Pada persidangan perdananya yang digelar Kamis (18/8/2011), ia mendadak menangis. Hal ini juga ia lakukan saat diperiksa ulang di Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali beberapa waktu lalu.
“Saya tidak mau bicara apapun. Besok jika saya sudah keluar dari sini saya akan operasi plastik. Biar kalian semua tidak mengenali saya. Silakan ambil foto dan expose agar teman-teman saya tahu saya sedang ada masalah di sini,” tuturnya.
Tingkahnya yang aneh tidak berhenti begitu saja. Setiap makan, ia ingin disediakan keju. Ia berdalih tidak terbiasa dengan makanan di sini macam sayur kangkung ataupun lainnya.
Selain itu, rokok tak pernah lepas dari tangannya kecuali saat tidak diperbolehkan seperti di dalam penjara. Bahkan, ia tahu rokok yang mahal dan enak dengan yang tidak.
Sejak di Kejari hingga di PN ia bersikeras minta didampingi penerjemah berbahasa Vietnam. Bi Han berdalih tidak bisa bahasa Indonesia ataupun Inggris dengan baik. Oleh karena itu, ia minta native speaker agar mengetahui maksudnya. Perempuan kelahiran tahun 1977 ini kerap kali tak mau bicara.
Hal itu juga yang dilakukannya saat sidang perdana Kamis lalu. Bi Han hanya menangis tersedu-sedu di depan majelis hakim. “Saya ingin cepat keluar. Saya tidak tahu apa-apa,” tegasnya.
Ketiga terdakwa kasus Narkoba ini kini tengah menunggu kasusnya bergulir di persidangan. Bagi Cherry, ia hanya tinggal menghitung hari hingga pekan depan saat agenda vonis akan dijatuhkan padanya.
Sementara Christina dan kawan-kawan, kasusnya tetap berjalan karena eksepsinya ditolak majelis hakim.
Sedangkan kasus Bi Han masih panjang. Kasusnya baru disidangkan perdana di PN Boyolali. Ketiganya menempati blok yang sama di Rutan. Mereka pun mulai saling kenal saat berada di balik jeruji bersama-sama.