Reni Yuliana, 32, bersama dua anak perempuannya, Ragil Febrianti, 6, dan Fafa Sahara, 3, hingga Selasa (3/8), masih tergolek di RSUD dr Haryoto Lumajang. Ketiganya baru saja menenggak racun tikus.
Warga Dusun Bedog, Desa Tempeh Lor, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang, itu Senin (2/8), mengajak kedua anaknya secara bersama-sama menenggak racun tikus. Ketiganya tergeletak tak sadarkan diri di dalam rumah. Peristiwa itu diketahui anak sulungnya, Pegi, 14, yang kemudian melaporkan kepada para tetangga. Ketiganya segera dilarikan ke rumah sakit.
Kepada para wartawan yang membesuknya, Reni menuturkan, keputusan meminum racun tikus karena merasa tak mampu mengembalikan utang. Menurut Reni, jumlah utangnya mencapai Rp 10 juta lebih.
“Sebentar lagi puasa dan hari raya Idul Fitri sudah dekat. Saya harus segera mengembalikan seluruh utang saya. Sedang saya tidak punya apa-apa,” tutur Reni lemah.
Reni yang dirawat di Ruang Melati didampingi ibu tirinya, Mutmainah, 52. Sedangkan Febri dan Fafa Sahara yang akrab disapa Rara, terbaring di Ruang Bougenville ditemani ayahnya, Totok Triwahyudi, 37. Selang infus masih tampak di tangan mereka.
Menurut penuturan Mutmainah, Reni juga mencekoki kedua anaknya dengan racun tikus karena tak tega meninggalkan keduanya jika meninggal dunia. “Kalau saya nggak ada, siapa yang akan merawat keduanya. Karena itu, biar saya ajak serta kedua anak saya,” ucap Mutmainah menirukan kata-kata Reni.
Reni menenggak 10 bungkus racun tikus berupa bubuk. Sedangkan kedua anaknya masing-masing satu sendok. Kepada kedua anaknya, Reni mengatakan yang diminum adalah jamu.
Reni mengaku dirinya selama ini hidup pas-pasan. Apalagi setelah anak sulungnya yang masih SMP baru sembuh dari sakit. Dirinya pun berutang hingga Rp 10 juta. “Saya hidup pas-pasan Mas. Karena suami saya hanya bekerja sebagai kernet truk. Yang membuat saya bingung, selain saya tidak punya uang simpanan untuk kebutuhan Lebaran yang sudah dekat, belakangan ini saya terus ditagih utang,” kata Reni.
Setelah uang yang dipinjam dari kredit arisan kampung ludes, barulah Reni bingung. Apalagi utang itu tidak diketahui oleh suaminya. “Saya memang niat bunuh diri saat suami saya berangkat bekerja ke Solo. Suami saya biasanya pulang tiga hari sekali. Saya bunuh diri karena kasihan dengan suami, lantaran saya yang memang nekat berutang dan suami tidak tahu,” ungkapnya.
Suami Reni, Totok Triwahyudi, tampak pasrah menghadapi masalah yang dihadapi keluarganya. Totok pun diimpit persoalan baru, yakni biaya perawatan istri dan kedua anaknya. Keluarga miskin ini tidak bisa mendapatkan biaya perawatan gratis karena tidak memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Totok.
Direktur Utama RSUD dr Haryoto, Triworo Setyowati yang didampingi Wakil Direktur Pelayanan dr Indrajudi mengaku, kondisi ketiga korban sudah membaik. “Alhamdulillah, kondisinya membaik meski masih dalam kondisi shock,” kata dr Indrajudi pada wartawan.
Sebelum melewati masa kritis, anak kedua korban sempat mengalami pendarahan lambung. Dikarenakan racun yang diberikan begitu banyak dan antibodi tubuh tidak bisa melawan. Racun tikus yang diminum ketiga korban, menurut Indrajudi, memang sangat memengaruhi otot di pernapasan dan pencernaan. Sedangkan korban mengalami halusinasi karena stres berat. “Racun tidak sampai ke otak kok, kami hanya mengambil racun dari dalam tubuh yakni lambung,” jelas Indrajudi.
Reni dan kedua anaknya kini menjadi pusat perhatian pengunjung rumah sakit. Apalagi saat sejumlah wartawan TV mengambil gambar. Pengunjung dan keluarga pasien berhamburan mendekati ruang perawatan korban.
Ketua DPRD Kabupaten Lumajang Agus Yudha Wicaksono, meminta pemkab memerhatikan nasib yang dialami keluarga Reni. “Kami akan koordinasi dulu. Besok (hari ini), jajaran kami akan ke rumah korban,” tegas Agus Yudha Wicaksono.
Tentang korban tidak memiliki kartu Jamkesmas dan Jamkesda, menurut politikus PDIP ini, bukan menjadi ganjalan bagi pemkab untuk membebaskan keluarga Totok dari biaya rumah sakit. “Enggak ada masalah, yang penting pemerintah desa melaporkan ke pemkab. Ini kan kewajiban pemkab untuk membantu orang miskin. Kalau setelah dicek mereka memang keluarga miskin, ya harus dibantu dong. Dananya kan sudah ada,” tegasnya.
Wakapolres Lumajang Kompol Elijas Hendrajana mengaku akan menyelidiki motif Reni mengajak kedua anaknya menenggak racun tikus. “Pengusutannya akan kami mulai dari TKP di rumah Ny Reni Yuliana,” kata Kompol Elijas dilansir detiksurabaya.
Setelah melakukan olah TKP dan mengumpulkan bukti, pihaknya akan mengirim data dan sampel ke Polda Jatim. “Yang menjadi perhatian kami adalah kenapa dia sampai begitu tega melakukan percobaan pembunuhan terhadap kedua anaknya. Apa motif dan latar belakang sebenarnya. Apakah karena faktor ekonomi atau ada motif yang lain,” tambahnya.
Bila terbukti bersalah, maka Reni akan dijerat dengan UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002. Meski begitu pihaknya akan menunggu kondisi Reni pulih, karena saat ini masih labil.
Sementara Kasi Kesetaraan Gender Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Lumajang yang juga anggota P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak), Gatot Suprabowo berencana mendatangi korban di rumah sakit.
Tujuannya untuk mendampingi dan konseling serta mencari tahu latar belakang korban nekat bunuh diri mengajak anak-anaknya. “P2TP2A akan mengikutsertakan tenaga psikiater dari RS Bhayangkara Lumajang, yang masuk menjadi bagian tim pendampingan untuk menemui dan menghimpun keterangan dari Ny Reni Yuliana, “ kata Gatot Suprabowo.
Kegilaan Sesaat
Ahli psikologi dari Ubaya, Elly Yuliandari, memastikan bahwa tekanan batin ibu dan anaknya di Lumajang itu sudah sangat luar biasa. Karena begitu berat beban psikologisnya, sehingga sang ibu nekat dan memilih ingin mengakhiri hidupnya hanya lantaran terlilit utang. “Ini menandakan bahwa kepribadian sang ibu belum matang,” kata Elly.
Beratnya tekanan itu akibat akumulasi persoalan hidup yang ditanggung. Karena secara psikologis tak matang, logika sang ibu menjadi tak jalan. Dalam kondisi ini, orang tidak lagi mau berpikir panjang.
“Saat itu, orang dalam situasi mengalami kegilaan sesaat. Kesadarannya tercerabut. Biasanya suka bengong dan bertingkah yang aneh-aneh. Jangan sampai seseorang yang mengalami kegilaan sesaat ini dibiarkan sendiri. Harus ditemani dan dibesarkan hatinya,” tambah dosen Ubaya ini.
Beban ekonomi menjadi salah satu penyebab utama seseorang mengalami depresi. Kondisi ini diperparah dengan perkembangan budaya masyarakat yang saat ini cenderung konsumtif dan semakin individualis. Lilitan utang yang tak mendapat dukungan dari keluarga dan orang lain sangat terasa bebannya.
Menurut psikolog ini, salah satu yang harus dilakukan adalah mengangkat beban dalam dirinya. Baik keluarga maupun orang-orang di sekitar ada baiknya membantu mengatasi persoalan ekonominya. Namun, kultur membantu dan peduli sesama belakangan ini diakui sudah mulai luntur. Ini yang mengakibatkan depresi akibat tekanan hidup semakin besar.
Ada kecenderungan, kebersamaan sosial bahkan keluarga besar juga sudah mulai luntur. Seseorang yang menderita tekanan batin akibat kesulitan ekonomi akan semakin membuat seseorang cenderung ditinggalkan. Sosoknya menjadi terasing atau yang bersangkutan mengalami isolasi sosial.
“Mengakhiri hidup sendiri karena depresi akibat ekonomi ini diperkirakan akan terus terjadi. Tidak ada yang mampu mencegah karena setiap sudut sosial seakan turut menciptakan individualis. Di Jepang banyak terjadi. Begitu juga di Jakarta dan di Jatim juga sering ibu mengajak anaknya bunuh diri,” lanjutnya.
Masa-masa seperti menyekolahkan anak, liburan, sampai Lebaran besok menjadi masa yang rawan seseorang atau orangtua mengalami depresi. Karena budaya juga, eksistensi diri saat Lebaran juga cenderung diukur dari materi. Suasana rumah yang baru sampai baju baru akan mendominasi. “Telah terjadi pergeseran. Solusinya, kebersamaan dan ikatan keluarga harus ditumbuhkan,” tutur Elly