Cerita ini sebenarnya berawal dari kantor saya yang berdekatan dengan kawasan ‘lampu merah’ jajanan sex di Jalan Iskandar Muda antara Mall Ramayana sampai Mall Medan Plaza. Bagi anda seorang wanita jangan coba mangkal, misalnya menunggu seseorang, di kawasan ini di malam hari karena bisa saja para lelaki hidung belang menganggap anda seorang pelacur yang menunggu tamu. Kawasan ini memang terkenal di Kota Medan para penjaja sex dengan cara freelance, maksudnya para wanita melakukan aksinya tanpa germo atau sejenisnya, mereka datang entah dari mana silih berganti, dan mereka juga umunya tidak saling mengenal, istilah saya begitu mudah, begitu praktis, begitu nyata, karena seorang wanita yang ingin melakukan transaksi sexual cukup modal keberanian saja mangkal di seputaran jalan ini, tidak perlu malu-malu, toh sudah banyak juga yang lagi mejeng di bawah terang benderang sinaran lampu jalanan dan front pertokoan.
Btw, sebelumnya perlu saya sampaikan, bahwa saya sangat tidak setuju menggunakan istilah PSK (pekerja sex komersial) bagi para perempuan penjaja sex ini, konotasi perempuan PSK bagi masyarakat selama ini, di mana di berbagai tulisan media juga menggunakan istilah PSK ini, seolah-olah kita atau masyarakat secara latah atau tidak sengaja menganggap ini sebagai profesi legal. Jika para pelacur ini kita sebut Perempuan Pekerja Sex Komersial, berarti isteri-isteri di rumah tangga atau isteri resmi karena pernikahan bisa berkonotasi mereka jjuga pekerja sex tapi non komersial, non komersial bisa karena hanya melayani suaminya saja atau juga plus melayani selingkuhannya. Jadi saya lebih sepakat memakai istilah ‘pelacur’, ‘penjaja sex’ atau prostitusi atau bisa lebih kasarnya ‘penjual daging mentah’.
Penghalusan penyebutan ‘pelacur’, penjaja sex, atau prostitusi menjadi atau di sebut PSK ini juga mengindikasikan bahwa masyarakat kita terutama pihak pemerintah selama ini sangat permissive dan apatis menanggapi persoalan amoralitas ini.
Hampir semua hotel di medan kecuali beberapa yang memberi perhatian khusus, terutama hotel melati,bintang 1 dan 2 tidak steril dari para penjaja sex ini, yang berbeda Cuma caranya saja ketika para duren bergincu ini datang mengunjungi tamu di hotel. Ada melalui penawaran dari bell boy hotel, ada juga di waktu telat malam wanita penjaja sex ini mengetuk pintu kamar hotel, sepertinya mereka tahu atau dapat informasi anda tamu hotel yang datang tanpa pasangan.
Jika anda seorang lelaki hidung belang yang doyan jajanan sex berkelas, anda mungkin malu dan risih hunting wanita penjaja sex freelance di jalan iskandar muda itu, maka alternatifnya anda bisa memilih di tempat-tempat diskotik dan karaoke. Nyaris semua di kedua tempat tersebut jika anda datang berkunjung tanpa pasangan wanita, maka serta merta seseorang akan datang menawari anda, “bang mau cewek gak ?”.
Wanita-wanita penjaja sex ini akan menemani anda selama menikmati diskotik dan karaoke selama 2 hingga 3 jam, kalau cocok harga bisa lanjut sk (sewa kamar). Malah beberapa tempat karaoke berfasilitas lengkap dan berkelas, eksekusi kepada teman wanita sewaan tersebut, sekali lagi kalau cocok harga, bisa dilakukan di dalam kamar tempat karaoke tersebut.
Kita bergeser ke tempat rekreasi di beberapa pinggiran kota medan, ditempat rekreasi ini menyediakan ‘rumkit’ alias ‘rumah kitik-kitik’, tempatnya bervariasi, ada yang seadanya kamar atau ruang yang terbuat dari beberapa spanduk bekas tetapi cukup aman dari jangkauan public ketika melakukan indohoy atau asik-masuk esek-gesek dengan pasangan anda. Ada juga dalam bentuk kamar permanen, rumkit ini tarifnya antara 5 ribu sampai 20ribu, karena tempat ini hanya buka di siang hari jadi para pengunjung harus datang dengan pasangan masing-masing.
Bergeser lagi sedikit ke luar Kota Medan menuju berastagi sebelum tempat lokasi jambore nasional, akan ditemukan tempat prostitusi paling terkenal dan kolosal, nyaris semua orang medan atau sumut mengenalnya yaitu kelurahan bandar baru yang masuk wilayah kabupaten karo kecamatan brastagi.
Ditempat ini baik siang dan malam anda tidak menemukan para wanita penjaja sex itu, Bandar baru ini lokasinya menyerupai puncak cisarua bogor termasuk cuacanya. Bandar baru ini terdapat beberapa villa terutama ratusan hotel-hotel melati. Tinggal pilih sesuai isi kocek masing-masing, penginapan mana yang dituju, setelah beberapa saat di dalam penginapan dan anda tamu tanpa pasangan wanita seseorang ‘anjelo’ (antar jemput lonte) akan datang menawari wanita penjaja sex. Negosiasi bisa dilakukan dengan para penjaja sex itu yang diantar oleh anjelo, jika tidak selera anjelo siap mendatangkan yang lain sesuai pesanan macam mana rupanya. Berapa tarif para wanita penjaja sex ini diluar tip buat anjelonya, hanya dikisaran 50ribu – 200ribu untuk sekali eksekusi coz coy.
Ini bukan rumor, isu dan gossip, untuk mengetahui informasi seperti yang saya tulis di atas, anda tidak perlu capai-capai datang ke lokasi, seorang tukang betor (becak motor atau becak mesin) yang sudah lama di kota medan mengetahui semua informasi di atas.
Maraknya prostitusi di kota medan ini berkorelasi positif atau pada fakta lain membuktikan yaitu tingginya pengidap penyakit dampak transaksi sexual virus HIV Aids di kota medan dan sumut. Dalam kurun waktu empat bulan dari April sampai Juli 2009, ditemukan sebanyak 291 kasus baru penderita Human Immunodefisiency Virus/Acquired Immuno Defesiency Syndrome (HIV/AIDS) di Kota Medan.
Kota Medan menjadi daerah terbanyak memiliki penderita HIV/AIDS di Sumatera Utara. Dari 1994 hingga 2009, tercatat 1810 penderita yang tertular melalui hubungan seks bebas dan pemakaian jarum suntik bergantian.
“Jumlah tersebut telah disurvei oleh tim dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, sedangkan yang tersembunyi diperkirakan mencapai 11.000 orang,” kata kepala seksi Pencegahan Penyakit Menular Langsung Dinkes Sumut, Sukarni,
Dari temuan Dinkes Sumut tersebut, 820 orang pengidap HIV positif dan 990 orang terjangkit AIDS, jumlah ini tersebar di 21 kabupaten/kota dan kota Medan menduduki rangking teratas menyusul Deli Serdang. Jumlah penderita HIV/AIDS di kota Medan 1.242 kasus dengan perincian HIV 604 kasus dan AIDS 638 kasus, Deli Serdang 170 kasus (84 HIV dan 86 AIDS).
Disebutkan, mayoritas usia pengidap HIV/AIDS rentan pada usia 20-40 tahun sebanyak 1..005 dengan faktor risiko penularan didominasi hubungan seks yang beresiko dan pemakaian narkoba dari jenis suntikan. Jumlah ini sesuai data Dinkes Sumut hingga Agustus 2009 dan dari jumlah tersebut penderita mayoritas laki-laki sebanyak 1.446 orang, perempuan 346 orang.
Secara nasional pelanggan wanita pekerja seks (WPS) dinilai masih mendominasi golongan risiko terkena Human Immunodeficiency Virus/Aquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Diperkirakan jumlahnya 3,14 juta orang di Indonesia.
Demikian Kadis Kesehatan Sumut dr. Candra Syafei, SpOG melalui Manager Global Fund Dinas Kesehatan Sumut Andi Ilham Lubis kepada di ruang kerjanya, Rabu (26/8). Malah sebenarnya, kata Andi, tidak saja pelanggan WPS yang berisiko tapi juga pasangan pelanggan tersebut. Dampak yang ditimbulkan selanjutnya adalah sekitar 1,8 juta pasangan pelanggan WPS juga ikut tertular HIV/AIDS.
Tingginya angka estimasi ini didasarkan pada besarnya peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun. Terhitung sejak pertama kali ditemukan di Indonesia tahun 1987 hingga 2009, kasus HIV/AIDS telah mengalami peningkatan hingga 5.000 kali lipat. Sebagaimana dilaporkan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM&PL) Departemen Kesehatan RI per 31 Maret 2009, pada tahun 1987 ditemukan 5 kasus. Jumlah ini meningkat 5.000 kali lipat menjadi 23.632 kasus di tahun 2009. (sumber diolah copas dari pemberitaan analisa dan waspada online).
Nyata, seribu cara menikmati jajanan sex, begitu mudah begitu praktis, semudah laptop anda pun terserang virus mematikan jika bermain-main dengan transaksi jajanan sex.
0 komentar:
Posting Komentar